Jam menunjukkan pukul tiga sore.
Dan seperti biasa, hujan mulai turun lagi, membuat rencana ku untuk pulang teng go selalu gagal. Dan anehnya cuaca seperti ini terjadi hampir setiap hari. Pagi hingga siang hari cuaca begitu terik, lalu menjelang sore hari cuaca mendadak sendu.
Hal ini aku rasakan hampir setiap hari sejak pertama kali aku bekerja di kantor baru ku, di daerah Jakarta Selatan. Bahkan kondisi ini makin parah ku rasakan pada Kamis lalu, 6 Oktober 2022. Sejak siang, hujan mulai turun dengan lebatnya tanpa jeda. Dan bisa ditebak, banjir pun terjadi dimana-mana membuatku terjebak di kantor karena rute perjalanan pulangku diterpa banjir.
Meski akhirnya aku memutuskan untuk pulang dan berakhir sampai di rumah jam 12 malam. Namun, tentu itu lebih baik ketimbang harus bermalam di kantor ya kan (?). Sungguh komedi sekali, jarak Jakarta – Tangerang yang tak seberapa jauh ini aku tempuh dalam waktu hampir lima jam.
Cuaca yang terjadi ini, entah hanya kebetulan saja atau memang cuaca yang semakin tak menentu sehingga membuat ku terpaksa berpayungkan hujan setiap hari. Tapi memang rasanya, akhir-akhir ini aku semakin merasakan terjadinya perubahan iklim.
Cuaca Tak Menentu, Tanda Perubahan Iklim
Secara umum, perubahan iklim biasa disebut sebagai fenomena pemanasan global, yang artinya terjadi peningkatan gas rumah kaca pada lapisan atmosfer dalam jangka waktu tertentu. Akibatnya, berdampak pada kehidupan manusia. Salah satunya, yang sedang sering aku alami saat ini, yaitu cuaca yang tak menentu.
Namun sebenarnya, gas rumah kaca dibutuhkan untuk menjaga suhu bumi tetap stabil. Tetapi, konsentrasi gas rumah kaca yang semakin meningkat ini dapat membuat lapisan atmosfer semakin tebal. Hal ini mengakibatkan jumlah panas bumi yang terperangkap di atmosfer semakin banyak, sehingga mengakibatkan peningkatan suhu bumi. Hal inilah, yang menjadi faktor terjadinya perubahan iklim.
Pada dasarnya, iklim berubah secara terus menerus karena adanya interakasi antara komponen-komponennya, seperti erupsi vulkanik, variasi sinar matahari dan faktor lain yang disebabkan oleh kegiatan manusia, misalnya penggunaan bahan bakar fosil, perubahan penggunaan lahan, serta mobilitas manusia yang semakin tinggi.
Bisa dilihat pada grafik di bawah ini, yaitu grafik data suhu rata-rata selama 30 tahun. Dari grafik dapat dilihat bahwa iklim berubah secara terus menerus, namun sempat terjadi suhu yang ekstrim, yaitu suhu yang terlalu tinggi dan bahkan terlalu rendah.
Demikian halnya yang terjadi di Jakarta, mobilitas manusia yang semakin tinggi ini menyebabkan kualitas udara menjadi semakin memburuk karena banyaknya aktivitas kendaraan bermotor di jalan perkotaan.
Bahkan menurut Menteri Perhubungan, yakni Budi Karya Sumadi, sebesar 60 persen pencemaran udara disumbang oleh pengguna motor dan mobil yang menggunakan BBM oktan rendah. Ditambah lagi, data dari Badan Pusat Statistik menyatakan, jumlah kendaraan bermotor di Jakarta pada tahun 2021 ada sebanyak 21 juta kendaraan bermotor. Tidak mengherankan bila Jakarta mendapatkan peringkat teratas sebagai kota paling rentan krisis iklim.
Ya. Jakarta dibekap polusi, dan selimut polusi membuat bumi semakin panas dan menyebabkan perubahan iklim.
Lalu apa saja dampaknya bila selimut polusi semakin menebal?
#1. Cuaca Tak Menentu dan Sulit ditebak
Ya, seperti yang ku alami sehari-hari. Cuaca semakan tidak menentu dan sulit ditebak. Hujan terjadi terus menerus disertai dengan angin kencang dan bahkan menyebabkan banjir. Hal ini sangat berbeda dengan kondisi saudara ku yang berada di desa. Mereka malah mengalami kemarau berkepanjangan yang menyebabkan sawah menjadi kering.
Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), fenomena cuaca tidak menentu dan cuaca ekstrem disebabkan oleh meningkatnya pembentukan awan cumulonimbus. Hal ini disebakan karena pemanasan global meningkatkan jumlah air pada atmosfer. Uap air tersebut kemudian menggumpal membentuk awan dan terjadilah hujan. Semakin banyak awan yang terbentuk maka tingkat curah hujan semakin tinggi.
#2. Jakarta Terancam Tenggelam
Berdasarkan hasil pemantauan panjang, sejumlah pakar memprediksi Jakarta tenggelam di masa depan sebagai efek penurunan muka tanah. Bahkan saat ini telah terlihat bahwa permukaan laut di balik tanggul lebih tinggi ketimbang daratan.
Hal ini tentu saja disebabkan oleh pemanasan global yaitu mencairnya es di kutub akibat peningkatan suhu yang menghangat. Pusat Penelitian Permukaan Laut, Universitas Hawaii dan Peta Iklim Global NOAA menunjukkan bahwa kenaikan permukaan laut rata-rata berada di atas 0,3 cm per tahun di 48 tahun terakhir ini.
Pada tahun 2100, ekspansi termal dan pencairan glasial diperkirakan akan menyebabkan permukaan laut naik 0.26 hingga 0.98 meter (m), Namun, kontribusi lapisan es Greenland dan Antartika Barat bisa saja meningkatkan kenaikan permukaan laut.
#3. Banjir Rob
Salah satu fenomena yang kerap terjadi di Jakarta adalah banjir Rob, yaitu banjir yang terjadi karena permukaan air laut yang lebih tinggi dibanding bibir pantai atau daratan di pesisir pantai.
Peningkatan suhu bumi akibat pemanasan global menyebabkan es di kutub mencair sehingga terjadi peningkatan jumlah dan volume air laut. Peningkatan volume air laut ini meningkatkan resiko terjadinya banjir Rob, terutama pada masyarakat sekitar pesisir pantai.
Upaya Meminimalisir Terjadinya Perubahan Iklim
Lalu, upaya apa yang bisa kita lakukan untuk mengurangi selimut polusi dan meminimalisir terjadinya perubahan iklim?
#1. Menggunakan transportasi umum
Salah satu hal kecil yang bisa ku lakukan dalam mengurangi selimut polusi adalah dengan menggunakan transportasi umum saat bepergian, khususnya saat pergi ke kantor. Ya, saat ini aku lebih memilih naik transjakarta ketimbang membawa kendaraan pribadi. Selain bisa menekan polusi, naik angkutan umum seperti transjakarta juga lebih nyaman karena ngga macet dan bisa sambil istirahat atau tidur saat diperjalanan.
Menurut Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) Ahmad Saifudin, meninggalkan kendaraan pribadi dan beralih ke transportasi umum dapat menjadi langkah yang baik untuk kurangi polusi udara. Angkutan pribadi menurutnya, menyumbang 47-90% polusi udara di Jakarta.
#2. Hemat Energi
Cara lain yang kerap aku lakukan adalah dengan mulai menghemat energi. Salah satu cara yang ku lakukan adalah dengan mengurangi penggunaan listrik, baik saat di rumah maupun di kantor. Misalnya dengan cara mencabut colokan yang sudah tidak digunakan, mematikan lampu pada siang hari dan juga menggunakan AC seperlunya.
#3. Menanam Pohon atau Berkebun
Cara lain yang ku lakukan adalah dengan menanam pohon di rumah. Selain rumah menjadi lebih asri, menanam pohon merupakan langkah kecil yang dapat dilakukan untuk mengurangi polusi udara.
Berdasarkan penemuan para peneliti dari University of Southampton, pohon dapat menyerap 850-2.000 ton partikel berbahaya dari udara perkotaan setiap tahunnya. Karenanya, menanam pohon dapat memperlambat udara yang tercemar agar tidak dibawa jauh oleh angin.
#4. Melakukan Penanaman Hutan dalam Skala Besar
Salah satu hal yang berdampak besar untuk meminimalisir perubahan iklim adalah dengan melakukan penanaman hutan berskala besar, mengingat kondisi hutan saat ini yang cukup kritis. Kerusakan hutan tersebut disebabkan penebangan liar yang semakin merajalela dan terlambatnya reboisasi yang dilakukan oleh para pemegang hak penguasaan hutan.
Yuk, Hajar Selimut Polusi dan Sama-Sama Berkolaborasi Demi Mengatasi Perubahan Iklim
Sebenarnya masih banyak cara sederhana yang dapat dilakukan untuk mengurangi selimut polusi dan meminimalisir perubahan iklim. Karenanya, yuk #MudaMudaBumi let's #TeamUpForImpact untuk peduli dengan lingkungan dan sama-sama berkolaborasi mengatasi perubahan iklim.
Btw, kalau aku dikasih kesempatan untuk membuat kebijakan, sepertinya aku akan membuat program kolaborasi penanaman 100 juta pohon, mengingat hutan Indonesia yang sudah semakin kritis kondisinya.
Tak hanya itu saja, aku juga akan membuat kebijakan yang bisa mengurangi selimut polusi, yaitu dengan membuat program “Jakarta satu bumi”. Program ini mengadaptasi “Earth Hour”, jadi akan dilakukan selama satu jam di malam hari setiap bulan purnama.
Ini artinya setiap satu bulan sekali gerakan ini dapat menghemat 118,42 MWh dan dalam setahun dapat menghemat 1.421 MWh. Jika kita konversi dengan harga listrik 1444,7 rupiah per KWh, maka 1.421 MWh senilai dengan 2.04 milliar Rupiah. Melalui gerakan ini emisi karbon juga akan menurun. Jika satu bulan emisi karbon dapat turun sebesar 110,61 ton CO2 maka selama satu tahun emisi bisa turun menjadi 1327,32 ton CO2.
Bila emisi karbon terus menurun, tentu hal ini sangat baik untuk mengurangi pemanasan global dan juga perubahan iklim. Yuk, sama-sama kita hajar #SelimutPolusi, #UntukmuBumiku yang tercinta. Karena kalau bukan kita, siapa lagi?
Sumber :
- https://indonesiabaik.id/infografis/mengenal-perubahan-iklim-faktor-dan-dampaknya
- http://ditjenppi.menlhk.go.id/kcpi/index.php/info-iklim/perubahan-iklim
- https://jakarta.bps.go.id/indicator/17/786/1/jumlah-kendaraan-bermotor-menurut-jenis-kendaraan-unit-di-provinsi-dki-jakarta.html
- https://www.dw.com/id/jakarta-puncaki-daftar-kota-paling-rentan-krisis-iklim/a-57519795
- https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220302092003-20-765748/jakarta-tenggelam-air-laut-naik-atau-muka-tanah-turun
- https://www.aminef.or.id/fenomena-kenaikan-air-laut-akibat-perubahan-iklim-ini-hasil-penelitian-di-perairan-aceh/
- https://reefresilience.org/id/stressors/climate-and-ocean-change/sea-level-rise/
- https://www.tokopedia.com/blog/cara-mengatasi-polusi-udara-hlv/
- https://kumparan.com/kumparannews/satu-jam-earth-hour-berapa-besar-dampaknya-untuk-jakarta-1yOF9i5ETbu/1
Duuuh aku inget pas masih kerja di pondok indah dan Senayan. Kalo udah hujan, wassalam lah. Tiap sore juga pasti turun hujannya. Trus sampe rumah di Rawamangun malah kering kerontang. 😔. Beda banget memang.
ReplyDeleteAku pernah kejebak di taxi 4 jam mba, saking macetnya jalanan abis hujan. Banjir di mana2. Ga usah tanya lah argonya 🤣🤣. Masalahnya dalam tol layang pula, aku JD ga bisa turun cari ojek 😂. Untung diganti kantor biaya taxi.
Tapi memang udah waktunya kita semua sadar kalo ini masalah serius, bukan cuma sepele sekedar hujan turun dan banjir. Efek jk panjangnya yg serem. Aku juga ikut komunitas penanaman mangrove. Walo kecil, tapi berharap itu bisa berguna di tahun2 akan datang
Sekarang bukan Januari ini juga hujan terus tiap hari biarpun kecil tapi berjam-jam, hawa jadi dingin banget. Apakah ini efek pemanasan global juga?
ReplyDeleteAyuk mulai perubahan agar lebih baik, misalnya pakai transportasi umum dan hemat energi.😀